Kamis, 12 Juni 2008

"Surabaya Full Music" Refleksi Kebangkitan

Surabaya, 12/6 (ANTARA) - Ajang "Surabaya Full Music" (SFM) 2008 yang digelar Taman Budaya Jawa Timur (TBJT) kali ini, berupaya merefleksikan semangat 100 tahun kebangkitan nasional yang digelar 18 hingga 22 Juni.
"Karena itu, kami menampilkan berbagai kekayaan musik dari berbagai daerah di Indonesia dalam even ini. Temanya adalah, 'Nyanyian Nusa Raya'," kata Kepala TBJT, Drs Pribadi Agus Santoso MM di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, walaupun nyanyian yang ditampilkan berasal dari berbagai daerah yang tersebar di seluruh pelosok nusantara, namun semuanya tetap dalam naungan Indonesia Raya.
Ia menjelaskan bahwa beberapa penyaji siap tampil, yakni kelompok musik Casper (Yogyakarta), Topa (Kaltim), Wedang Jahe (Surabaya) yang dimotori Aris dengan Enthus (Lampung), Aliansi Seni Surabaya dengan komposer Solichin Jabbar dan Nasir Umar dari Sulteng.
Kelompok lainnya adalah, Air Music (Malang), Riau Rythem Chamber Music (Riau), kolaborasi angklung dari Singapura serta Fieldplayer suguhan negeri jiran Malaysia bersama Rahaizat Hassan sebagai komposer.
"Selain itu, SFM juga menampilkan karya musik Yayasan Lanjong dari Kaltim, sejumlah taman budaya, seperti Kaltim, Maluku dan Kalsel. Jazzer Surabaya juga tampil dalam ajang tahunan itu bersama grup pelajar dan musik jalanan," katanya menambahkan.
Ia menjelaskan, kali ini semua jenis musik ditampilkan, mulai dari jazz, pop, keroncong, tradisi maupun musik eksperimen. Ada sekitar 25 kelompok yang akan ditampilkan di TBJT, Jl. Gentengkali 85, Surabaya itu.
Agus menuturkan, diselenggarakannya SFM 2008, selain memberikan hiburan juga bisa dijadikan ajang aktualisasi gagasan musik terkini serta menjadi ruang dialog dan apreasisi antara kreator, penikmat seni dan kritikus.
Selain menampilkan musik, kegiatan itu juga diisi dengan diskusi menghadirkan narasumber Gilang Ramadhan (Jakarta) dengan moderator Agus Bing. SFM juga diramaikan dengan "workshop" musik yang dipandu oleh I Wayan Sadra dari Solo.***1***/***2***
(T.M026/B/C004/C004) 12-06-2008 13:13:21

75 Karikatur 10 Negara dipamerkan di Surabaya

Surabaya, 12/6 (ANTARA) - Sebanyak 75 karikatur karya 10 seniman dari 10 negara Asia dipamerkan di Galeri Seni "House of Sampoerna" (HoS), Surabaya mulai 12 hingga 30 Juni 2008.
Manajer Pemasaran HoS, Rani Anggraini dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Surabaya, Kamis menyebutkan, pameran itu digelar atas kerja sama HoS dengan "The Japan Foundation" untuk memperingati 50 tahun kerjasama Jepang – Indonesia.
"Sejak 1995, 'The Japan Foundation' secara berkelanjutan melakukan kompetisi karikatur. Karya terbaik dari kompetisi tersebut dipamerkan di berbagai negara," katanya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, karikatur tersebut dipamerkan berkeliling di berbagai daerah di Jepang, Cina, India, Malaysia, Filipina dan Thailand. Di Indonesia, tahun ini karikatur terbaik ini dipamerkan di Jakarta dan Surabaya.
Ke-10 karikaturis itu adalah, Shishir Bhattacharjee (Bangladesh), Xia Dachuan (China), Jayanto Banerjee (India), Suu Kohma (Jepang), Tazidi (Malaysia), Lyndon Gregorio (Filipina), Dasa Hapuwalanage (Sri Lanka), Kosin Srilidtipradit (Thailand), Lap (Vietnam) dan Benny Rachmadi (Indonesia).
"Mereka terpilih karena dapat menciptakan karya yang menggambarkan kebudayaan generasi muda dari negara yang mereka wakili. Lewat pameran ini dapat dirasakan adanya perbedaan atau pun kesamaan budaya satu negara dengan lainnya," katanya.
Menurut dia, lewat karya-karya itu juga dapat dilihat bahwa perkembangan zaman dapat dirasakan terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat di Asia, khususnya pada kalangan generasi muda.
"Pengaruh budaya Barat tercermin dalam berbagai segi kehidupan keseharian, seperti, struktur sosial maupun moral publik sehingga timbul perpaduan budaya Timur dan Barat, juga sentuhan tradisional dengan pengaruh modernisasi," katanya.
Sementara General Manager HoS, Ina Silas mengatakan bahwa galeri seni tidak harus hanya menjadi ruang pamer suatu karya, tetapi akan lebih baik bila ada pembelajaran yang didapatkan dari koleksi yang dipamerkan.
"Nilai-nilai pembelajaran inilah yang juga menjadi salah satu prioritas dalam pameran-pameran yang diselenggarakan oleh House of Sampoerna," jelasnya.
Ia mengemukakan bahwa HoS akan terus menjalin kerjasama pameran dengan pusat-pusat kebudayaan asing, seperti, "The Japan Foundation" untuk mengangkat aspek pendidikan, seni, budaya dan pariwisata.
"Apalagi House of Sampoerna telah menjadi salah satu ikon pariwisata di Surabaya. Dengan konsep 'One Stop Tourist Destination', pengunjung tidak hanya dapat menikmati pameran di galeri, namun juga dapat mengetahui sejarah perjalanan Sampoerna di Museum, bersantai bersama teman, keluarga ataupun bertemu rekanan bisnis di kafe dan lainnya," katanya.

Wayang "Ajen Kakufi" Bandung Tutup FSS 2008

Surabaya, 12/6 (ANTARA) - Wayang "Ajen Kakufi" dengan sutaradara Arthur S Nalan dari Bandung dan KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) akan menutup perhelatan Festival Seni Surabaya (FSS) 2008, Minggu (15/6) mendatang.
Koordinator Program FSS 2008, R Giryadi kepada wartawan di Surabaya, Kamis menjelaskan, wayang "Ajen Kakufi" atau wayang kayu kulit itu pernah mendapatkan tiga penghargaan dalam festival wayang internasional di Hanoi, Vietnam, Februari 2008.
"Wayang Ajen Kakufi dibawah pimpinan Arthur yang juga Ketua STSI Bandung saat itu mendapat medali emas untuk kategori dalang terbaik, lakon terbaik dan komposer terbaik," kata seniman teater itu.
Ia mengemukakan bahwa di FSS, kelompok wayang itu akan menampilkan lakon "Dewa Ruci, Nyanyian Air Kehidupan" yang dimainkan 11 orang dengan durasi sekitar 45 menit.
Menurut Giryadi, wayang "Ajen Kakufi" yang juga tampil di festival wayang internasional di Praha, Yunani dan India itu merupakan wayang kontemporer dengan berbagai inovasi yang menggabungkan wayang fiber dengan kulit serta golek.
"Pertunjukannya juga didukung dengan perangkat multimedia untuk memproyeksikan tokoh-tokoh pewayangan lainnya pada layar di bekalang dalang. Wayang ini juga mengolah musik dari alat-alat baru yang terbuat dari sampah," katanya.
Sementara Gus Sholah pada penutupan itu akan berduet dengan penyanyi Franky Sahilatua dalam kemasan, "Ngaji Kebangkitan". Pada kesempatan itu, Gus Sholah akan memberikan orasi ilmiah dengan iringan Franky.
Direncanakan penutupan FSS itu akan dipimpin oleh Gubernur Jatim, Imam Utomo. Sebelum proses penutupan, panitia menampilkan lagu-lagu yang diciptakan oleh musisi asal Surabaya, seperti almarhum Gombloh dan Frangky Sahilatua.
"Kami juga akan menampilkan karya-karya musisi Leo Kristi, kelompok Boomerang, Padi, Dewa, Powermetal dan lainnya," kata Giryadi.

Selasa, 10 Juni 2008

Suparto Brata Terbitkan 3 Novel Detektif Bahasa Jawa

Surabaya, 7/6 - 2008 (ANTARA) - Penulis sastra Jawa, Suparto Brata akan menerbitkan tiga novel detektif berbahasa Jawa yang diambil dari cerita bersambung dan pernah dimuat di beberapa majalah sekitar tahun 1970 dan 1990.
"Saya membukukan cerita detektif itu untuk merangsang orang membaca sastra Jawa karena biasanya banyak orang yang suka cerita detektif. Pengetikan ulang saya sendiri," kata Suparto kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.
Di usianya yang 76 tahun, penerima penghargaan sastrawan berprestasi Asia Tenggara, "The SEA Write Awards" di Bangkok, 12 Oktober 2007 itu tetap bertekad menjadikan sastra Jawa sebagai bacaan bergensi, bahkan di tingkat dunia.
Ketiga novelnya itu adalah, "Tretes Tintrim (Kota Tretes yang Sepi) pernah dimuat di Majalah Jayabaya, "Kunarto tan Bisa Kondho" (Mayat yang tidak Bisa Bicara) dimuat di Jayabaya tahun 1991-1992 dan "Garuda Putih" dimuat di majalah Panjebar Semangat tahun 1974.
Semua seting cerita dalam novel-novel yang sedang diketik ulang itu ada di Jawa Timur, yakni di Tretes dan Probolinggo. Tretes Tintrim dan Garuda Putih bercerita di Tretes, sedangkan Kunarto tan Bisa Kondho di Probolinggo.
Ia mengemukakan bahwa ktiga novelnya itu selalu menampilkan situasi dan prilaku masyarakat di kala cerita itu dibuat. Misalnya untuk novel Kunarto tan Bisa Kondho saat itu di masyarakat sedang marak dengan judi nomor buntut semacam togel.
"Novel Kunarto tan Bisa Kondho itu merupakan cerita detektif saya yang terakhir karena setelah itu saya menggarap cerita dengan tema-tema lain, termasuk sejarah," kata sastrawan produktif yang mendisiplinkan diri menulis setiap hari itu.
Pensiunan pegawai Pemkot Surabaya itu mengaku, kalau biasanya setiap pukul 04.00 pagi disibukkan dengan menulis novel baru dan kemudian dilanjutkan pada pagi hari setelah salat subuh dan olahraga, kini justru mengetik naskah lama.
"Soalnya dulu waktu menulis ketiga cerita bersambung itu kan tidak ada komputer sehingga tidak file-nya. Mudah-mudahan di tahun 2008 ini ketiga novel itu sudah selesai dan bisa segera terbit," kata pria kelahiran Surabaya, 27 Februari 1932 itu.
Ia mengaku, sebetulnya sudah ada ide-ide baru untuk menulis novel baru, namun pihaknya tetap konsisten untuk menyelesaikan pembukuan karya lama tersebut.
"Penerbitan novel itu sekarang masih tetap saya biayai sendiri, makanya pemasarannya sulit. Kadang-kadang tidak ada untung sama sekali," ujarnya.

Teater Ragil Pentaskan Masyarakat Rosa

Surabaya, 7/6 (ANTARA) - Teater Ragil, Surabaya mementaskan lakon berjudul "Masyarakat Rosa" pada hari ketujuh ajang Festival Seni Surabaya (FSS) 2008 di Balai Pemuda, Surabaya, Sabtu malam.
Lakon yang disutradarai Meimura dengan didukung pemain itu tampaknya menceritakan kehidupan saat ini dimana semua orang berebut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Masyarakat Rosa berkisah anak-anak desa yang menuju kota mencari "ibunya". Barangkali ibu yang dimaksud adalah penghidupan yang bagi orang-orang desa, sebuah kota itu menjanjikan sesuatu yang lebih layak untuk bertahan hidup.
Diceritakan bahwa di kota, sang "ibu" yang dicari tengah sibuk membaca mantra, tapi bukan untuk anak-anaknya. Semua menunjukkan sikap yang berpusat pada dirinya sendiri, seperti pasukan yang siaga bukan untuk rakyatnya.
Para ahli juga tak luput dari sindiran dalam lakon tersebut yang dianggapnya tidak lagi "membedah" persoalan atau "menemukan" hari esok yang lebih baik, melainkan ikut terlibat dalam perebutan.
Tidak hanya kalangan elit, seluruh masyarakat di kota itu juga berupaya untuk memenuhi egonya. Mereka berkelompok untuk menciptakan dirinya sendiri dengan cara apapun.
Sementara itu di tengah perjalanan menuju kota, anak-anak desa itu mengubah dirinya yang digambarkan sebagai penantian anak-anak menuju dewasa.
Pentas Masyarakat Rosa itu didukung oleh Catherine, Santos Sumoprawiro, Sihak, Farida, Dina, Puji dan Dona. Mereka adalah aktivis Teater Ragil yang berdiri sejak tahun 1985.

Jumat, 06 Juni 2008

M Djupri Terbitkan Kamus Suroboyoan

Surabaya, 6/6 (ANTARA) - Seorang wartawan senior yang lahir di Surabaya, M Djupri menerbitkan "Kamus Suroboyoan Indonesia" yang diluncurkan bersama dengan buku "Masuk Kampung Keluar Kampung" karya Akhudiat di kampus Unair, Surabaya, Jumat.
Kamus terbitan Henk Publica, Surabaya yang berwarna merah dan tebal 197 halaman itu memuat 4.200 kosa kata yang dikerjakan Djupri selama sekitar 2,5 tahun.
Pada bedah buku yang menghadirkan pembicara, Hasan Bahanan (Untag), Rusdi Zaki (wartawan asli Surabaya), Akhudiat dan dipandu Sirikit Syah itu, Djupri mengemukakan bahwa kamusnya baru memuat 1/10 dari jumlah kosa kata khas Surabaya.
"Saya iri dengan orang-orang yang membuat kamus Bahasa Using, Tegal, bahkan bahasa gaul dan lainnya, sementara Surabaya belum memiliki kamus. Padahal bahasa Arek Surobyo itu memiliki kekhasan dan keunikan," katanya.
Lelaki yang kini bermukim di Malang itu mengemukakan bahwa dirinya juga memiliki alasan "politis" sehingga terbit sebuah kamus yang dianggapnya masih jauh dari sempurna itu, yakni karena perseteruan suporter sepakbola Malang dengan Surabaya.
"Suatu ketika Pak Sugiono (mantan walikota Malang) datang ke Surabaya menemui Cak Kadar (Kadaruslan, tokoh Surabaya) untuk menyatukan suporter Malang dan Surabaya. Lewat kamus ini, saya ingin menunjukkan bahwa orang Malang juga peduli pada Surabaya," katanya.
Ia mengemukakan bahwa dalam waktu singkat sekitar 2,5 tahun, ia mengumpulkan kata-kata khas Surabaya itu berdasarkan ingatannya karena ia lahir di Surabaya dan juga banyak bertanya kepada orang lain.
Sementara Sirikit Syah selaku wakil dari Henk Publika mengemukakan bahwa awalnya ia menghadapi dilema dengan penerbitan kamus itu karena keberadaannya masih jauh dari sempurna.
"Tapi kalau tidak diterbitkan, kapan lagi? Karena itu kami putuskan terbit dulu, nanti pasti akan banyak masukan. Toh di dunia ini tidak ada buku yang sempurna karena kamus itu kan bukan kitab suci," katanya.
Nanang, produser televisi swasta Surabaya yang menyiarkan berita dengan Bahasa Surabaya menyatakan gembira dengan terbitnya kamus tersebut karena pihaknya akan memiliki pedoman dalam menggunakan bahasa Jawa gaya Surabaya.
"Selama ini kami menggunakan bahasa Suroboyoan itu berdasarkan yang terjadi di masyarakat. Karena itu kami selalu menyebutkan istilah yang kami gunakan sesuai dengan tempat kejadian di kampung-kampung Surabaya," ujarnya.

Kafiyah Glenn Fredly Hadiah Umroh Dewi Sandra

Surabaya - Penampilan penyanyi Glenn Fredly kini berbeda karena selain menggunakan topi, di lehernya juga melilit kafiyah atau kain penutup kepala yang biasa digunakan orang-orang di negara Arab.
Kafiyah berwarna hitam putih yang dikenakannya saat jumpa pers di Surabaya, Rabu (4/6) itu ternyata merupakan benda yang memliki makna khusus bagi pria bernama asli Glenn Fredly Deviano Latuihamalo itu.
"Ini hadiah dari Dewi Sandra saat umroh beberapa waktu lalu. Sebetulnya aku minta minyak zaitun. Saya hanya ingin tahu saja minyak itu dan ternyata dibawakan ini," kata suami penyanyi Dewi Sandra yang akan menggelar "Intimate Concert" di SSCC Pakuwon, Surabaya, Jumat (6/6) malam itu.
Saat didampingi promotornya, Jeffry Waworuntu dari Ruth Sahanaya Productions (RSP) itu, ia bercerita bahwa Dewi Sandra memang juga membelikan minyak zaitun yang konon biasa digunakan sebagai obat-obatan.
Pada jumpa pers itu, Glenn Fredly memang tampak enggan bercerita hubungannya dengan sang istri, demikian juga ketika ditanya kesannya antara Dewi Sandra sang istri dengan penyanyi dangdut Dewi Persik yang menjadi bintang tamu pada konsernya di Jakarta, 1 Juni lalu.
"I love Dewi-Dewi lah. Saya cinta banget sama Dewi Persik," kata penyanyi lagu "Selamat Pagi Dunia" dan "Terpesona" itu.
Ia juga mempersilahkan wartawan apakah ungkapannya tentang Dewi Persik yang mantan istri penyanyi Saiful Jamil dan dikenal sebagai penyanyi seksi itu akan ditulis dalam tanda kutip atau tidak.
Mengenai konsernya di Surabaya, juara pertama Grand Final Cipta Pesona Bintang di RCTI tahun 1995 itu tidak mau membuka keterangan akan mendatangkan bintang tamu siapa.
Jeffry Waworuntu juga menolak membuka siapa yang akan mendampingi Glenn. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menonjolkan bintang tamu agar penikmat konser itu betul-betul ingin menikmati Glenn.

"Acapella Mataraman" Tampilkan "Cangkem Kwadrat" di FSS

Surabaya, 5/6 (ANTARA) - Kelompok musik dengan menggunakan mulut asal Yogyakarta, "Acapella Mataraman" tampil pada Festival Seni Surabaya (FSS) 2008 dengan tema, "Cangkem Kwadrat" di Balai Pemuda Surabaya, Kamis malam.
Komposer Acapella Mataraman, Pardiman Djojonegoro kepada wartawan seusai gladi bersih mengatakan bahwa tema yang ditampilkan dalam pentasnya kali ini menggambarkan kondisi yang dialami bangsa Indonesia.
"Cangkem kwadrat itu kan berarti mulut banyak. Sekarang di negeri kita ini orang kan pada ngomong sendiri-sendiri. Mereka saling menyalahkan, sementara yang ngomong solusi tidak ada. Kita ini hanya saling mencerca," kata alumni ISI Yogyakarta itu.
Karena itu, katanya, dalam beberapa komposisinya yang dibawakan di FSS ini secara harfiah tidak memiliki arti apa-apa, seperti yang biasa dilakukan anak kecil yang baru belajar bicara.
"Anak kecil yang baru belajar bicara itu kan seringkali tidak kita mengerti bicaranya, tapi maksudnya kita tahu. Secara visual kita bisa merasakan makna dalam lagu-lagu yang kami bawakan," katanya.
Kelompok musik yang berdiri tahun 1992 dengan dimotori anak-anak jurusan musik ISI itu membawakan 12 lagu di FSS. Mereka tampil dengan penyanyi utama, dua perempuan, Soimah dan Devi.
Kelompok yang kini juga beranggotakan mahasiswa UNY itu mengawali pentasnya dengan lagu berjudul "Juru Seng Seng" yang diakui Pardiman terinspirasi dari sebuah musik orkestra dengan segala kemegahannya.
"Lagu kedua adalah tembang Jawa yang lebih soft, yakni Oral Kambang dilanjutkan dengan Cokolo Komok, Ngremo Dugem, Empring, Sinarko-Ba, Dil Khogaya (India), Orkes Cangkem dan lainnya," katanya.
Pada gladi bersih tampak, mereka memainkan sejumlah lagu tembang Jawa, namun kemudian disambung dengan bahasa Mandarin, bahkan lagu barat, termasuk lagu dari Batak dan kosidahan.
Bahkan, sebagaimana diungkapkan Pardiman, sebagai bentuk pernghormatan terhadap Jawa Timur, mereka juga membawakan tembang bernuansa Ngremo dan Jula Juli yang merupakan kesenian khas Jawa Timur.
Soimah sempat bernyanyi dengan tarian Ngremo dan diselingi dengan gaya mirip "goyang gergaji" seperti yang biasa ditampilkan penyanyi dangdut asal Jember, Jatim, Dewi Persik.

Musisi Elektro Prancis Tampil di Surabaya

Surabaya, 6/6 (ANTARA) - Musisi elektronika asal Prancis, Dj Christophe Monier akan tampil membawakan konser bertajuk "The Micronauts" di sebuah rumah musik di Jl Taman Apsari Surabaya, Rabu, 11 Juni mendatang.
Atase Pers Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL), Pramenda Krishna Airlangga di Surabaya, Jumat mengemukakan bahwa komposisi "The Micronauts" telah ditampilkan di berbagai negara dan kali ini dipersembahkan untuk masyarakat Surabaya.
"Penampilan ini merupakan rangkaian dari Festival Musim Semi Prancis dengan menghadirkan keanekaragaman kesenian Prancis kontemporer untuk publik Asia, selain bidang seni tari dan teater pantomim," katanya.
Ia menjelaskan, Christophe Monier adalah seniman independen yang setiap tampil mampu membakar semangat penonton untuk menikmati musiknya.
"Ia mulai berkiprah di bidang musik elektro di Prancis sejak tahun 1991. Publik Surabaya dapat menikmati karyanya pada beberapa musik remiks yang belum dikenal," katanya.
Setelah meluncurkan album "eDEN" bersama teman-temannya, Christophe Monier memproduksi beberapa musik disco untuk proyek solo atau duo-nya.
Christophe Monier yang aktif menekuni musik elektronik sejak awal booming di Prancis, kini menempati papan atas di kancah musik masa kini.
"Hal itu merupakan hasil dari eksperimen selama bertahun-tahun dimana ia mengkombinasikan orisinalitas dan keberhasilan kerja personal yang murni," katanya.

Rabu, 04 Juni 2008

Glenn Fredly Hibur Warga Surabaya

Surabaya, 4/6 (ANTARA) - Setelah sukses di Jakarta, penyanyi Glenn Fredly akan menggelar konser lanjutan di SSCC Pakuwon, Surabaya, Jumat (6/6) mendatang dengan tema, "Intimate Concert with Glenn Fredly".
Glenn dalam jumpa pers di Surabaya, Rabu mengemukakan bahwa dirinya akan memberikan energi yang sama dengan publik Jakarta untuk penggemarnya di Kota Pahlawan ini.
"Musik itu tidak mengenal segmen karena bahasanya universal. Cuma mungkin ekspresinya yang berbeda untuk Surabaya dan Jakarta," katanya yang saat itu didampingi promotor dan juga pimpinan Ruth Sahanaya Productions (RSP), Jeffry Waworuntu.
Suami Derwi Sandra itu mengemukakan bahwa dalam setiap konsernya yang dibawa adalah bahasa semua orang. Karena itu ia akan membawa penggemarnya untuk menikmati alur konser itu dari awal hingga akhir.
Pada kesempatan itu ia betul-betul tidak mau mengungkapkan siapa bintang tamu yang akan mendampingi dalam konser yang direncanakan membawakan 40 lagu itu. Rahasia itu juga dipegang saat konser di Jakarta dan kemudian menggandeng penyanyi dangdut Dewi Persik.
Jeffry Waworuntu mengemukakan bahwa pihaknya tidak pernah menonjolkan bintang tamu dalam konsep konser tunggal karena yang disuguhkan benar-benar sosok Glenn Fredly.
"Jadi orang datang itu benar-benar ingin menyaksikan Glenn, bukan bintang tamunya. Paling-paling kalau bintang tamu hanya tampil satu lagu dan maksimal dua lagu, tidak pernah lebih dari itu," katanya.
Suami Ruth Sahanaya itu memberikan jaminan bahwa konser untuk publik Surabaya ini akan lebih baik dibandingkan dengan Jakarta.
"Karena itu konser ini betul-betul terkonsep, bukan sekedar datang terus menyanyi. Kami konsep betul dalam semua hal, seperti tata lampu dan lainnya. Hanya saja kalau di Jakarta, Glenn berada di tengah penonton di Surabaya berbeda," ujarnya.
Ia kembali mengungkapkan mengapa dirinya memilih Glen, yaitu karena prestasi dan karya-karyanya yang memang bermutu. Ia memuji Glenn sebagai seniman multitalenta, yakni penyanyi, musisi dan juga komposer.
"Lirik-lirik lagu Glenn itu intim sekali dengan manusia dan termasuk dengan Tuhan. Karena itu tim kami memberi label konser ini dengan 'Intimate Concert'. Kami membawa 85 kru untuk Surabaya ini," katanya.
Ia mengemukakan bahwa dirinya memiliki komitmen mengenai nasionalisme melalui kesenian. Karenanya pihaknya akan menggelar konser tunggal setiap dua tahun sekali untuk penyanyi-penyanyi Indonesia yang berkualitas.
"Ini masalah nasionalisme agar musik Indonesia berjaya," katanya.

Wawan Sofwan Bawakan Monolog "DAM" di FSS

Surabaya, 4/6 (ANTARA) - Dramawan asal Jawa Barat, Wawan Sofwan membawakan monolog dengan lakon berjudul "Dam" karya Putu Wijaya dalam Festival Seni Surabaya (FSS) 2008 di Balai Pemuda Surabaya, Rabu malam.
Wawan yang ditemui wartawan saat gladi bersih mengemukakan bahwa lakon yang sudah dipentaskan di berbagai negara itu bercerita mengenai dunia peradilan dan sepak terjang para hakim di dalamnya.
"Lakon ini memberikan gambaran bagaimana gagapnya dan bancinya para hakim dalam menangani perkara di negeri ini," kata lulusan Pendidikan Kimia IKIP Bandung yang lebih menekuni dunia teater itu.
Ia menjelaskan, cerita itu dilatarbelakangi oleh rasa ketidakadilan dari si miskin sehingga membunuh si kaya. Si miskin merasa bahwa si kaya itu memperoleh kekayaan dengan tidak benar.
"Si miskin membunuhnya sehingga berbuntut ke pengadilan. Dari rekaman peristiwa di pengadilan itulah lakon ini berkembang," kata pria kelahiran Ciamis, Jabar, 17 Oktober 1965 itu.
Pada pementasannya itu, ia menggunakan media topeng untuk mencitrakan masing-masing tokoh. Pementasan "Dam" merupakan hari keempat dari agenda festival tahunan untuk memeriahkan peringatan HUT Kota Surabaya itu.
Sementara itu di hari kelima, Kamis (5/6) FSS menampilkan kelompok musik "Acapella Mataraman" dari Yogyakarta. Kelompok pimpinan Pardiman Djojonegoro itu sesuai latar belakangnya selalu membawakan musik-musik Jawa.
Namun demikian, kelompok itu juga menampilkan parodi dan humor. Karena itu seringkali dalam tembang-tembang Jawanya tiba-tiba muncul lagu berbahasa India, Mandarin atau bahkan Barat.

Senin, 02 Juni 2008

Kolaborasi Gagal Sawong Jabo - Kartolo di FSS

Oleh: Uki M. Astro

Panitia Festival Seni Surabaya (FSS) 2008 memiliki ikhtiar besar menyuguhkan pementasan menarik lewat kolaborasi pemusik Sawong Jabo dengan seniman Kartolo dan kawan-kawan yang didukung Gong Dolly Gong.
Pementasan pembuka festival tahunan yang ikut memeriahkan HUT Kota Surabaya, Minggu (91/6) malam itu memang memberikan hiburan segar bagi penonton, meskipun Kartolo dan Sawong Jabo bukan "barang" baru bagi warga kota pahlawan ini.
Penonton tidak bosan dengan banyolan-banyolan Kartolo yang malam itu didukung istrinya, Kustini, dan sejawatnya, Safari. Tepuk tangan panjang dan tawa terpingkal-pingkal para penonton menunjukkan ikhtiar panitia FSS mencapi target minimal.
Namun tujuan ideal kolaborasi itu gagal, karena kenyataannya Kartolo, Kastini, dan Safari tampak "berjalan" sendiri meninggalkan Jabo.
Pada pementasan yang disaksikan Menkominfo Mohammad Nuh itu Jabo tidak bisa mengimbangi tingkah polah pelawak ludruk itu. Beberapa kali Jabo hanya tersenyum, bahkan cenderung menjadi penikmat atas umpan yang dilemparkan Kartolo atau Safari.
Lebih-lebih saat itu, Jabo tidak dilengkapi dengan "mike" yang melekat di tubuhnya karena Jabo sibuk dengan gitar yang sebetulnya tidak dibutuhkan dalam kolaborasi tersebut.
Karena itu meskipun beberapa kali Jabo merespon guyonan Kartolo Cs, suaranya tidak terdengar penonton.
Kolaborasi itu menyuguhkan realitas pentas yang tidak berimbang, padahal sebetulnya Jabo yang lahir dan besar di Surabaya dikenal dengan ungkapan-ungkapan spontanitasnya yang juga kocak.
Beberapa adegan setidaknya mendukung kenyataan tersebut, seperti ketika Kartolo menyebut dirinya pernah bertemu Jabo di Australia, namun Jabo tidak menyapanya. Spontan Safari menyauti dengan menanyakan apakah Kartolo pernah ke Australia. "Masih rencana," jawab Kartolo.
Safari tak mau kalah menyebut dirinya pernah bertemu Jabo di Irak. Namun yang dimaksud bukan negara di Timur Tengah, melainkan kepanjangan dari "iringane jarak" atau sampingnya jarak, nama sebuah lokalisasi di Surabaya.
Demikian juga ketika ada suara seperti pesawat udara mendengung, para seniman panggung itu pura-pura kaget dan meyebut ada pesawat Belanda. Kustini secara spontan menyebut bahwa ternyata yang berdengung adalah hidung Jabo. Lagi-lagi Jabo hanya merespon dengan senyuman.
Respon yang cukup nyambung terjadi ketika Kartolo melontarkan sesuatu yang serius mengenai makna Kebangkitan Nasional bagi Jabo.
Menurut Jabo, Kebangkitan Nasional yang menjadi tema FSS tahun 2008 ini harus dimaknai sebagai kebangkitan semua elemen bangsa, termasuk kalangan seniman.
Selain itu di penampilan awal Kartolo, Gong Dolly Gong dari alat musik tradisinya memberikan dukungan penuh saat Kartolo "berkidung" (menyanyikan lagu-lagu Jawa).
Kegagalan kolaborasi itu tentu saja berbeda dengan harapan panitia. Sebagaimana diungkapkan Koordinator Program FSS 2008, R Giryadi bahwa penampilan mereka itu diharapkan betul-betul menjadi kolaborasi yang saling mengisi antara seniman tradisi dengan modern.
Jadi Jabo dengan Gong Dolly Gong bukan sekadar mengiringi Kartolo.
"Kami berharap, dalam pementasan itu akan muncul interaksi yang spontan antara Gong Dolly Gong dan Jabo dengan Kartolo Cs karena keduanya memiliki konsep yang sama dalam bermusik, yakni selalu merespon situasi sosial dan mereka juga egaliter," ujarnya.
Lepas dari kegagalan itu, penampilan Kartolo dan kawan-kawan serta Jabo dan Gong Dolly Gong tidak mengecewakan penonton.
Apalagi malam itu, Kastini tampil menjadi istri Safari. Lakon itu menjadi materi lawakan, misalnya ketika Kartolo nyeletuk mengapa Safari berani memperistri Kastini.
"Kalau begitu kamu tidak dikasih honor nanti," kata Kartolo yang menjadi bos dalam grup lawak itu.
Malam itu Kartolo membuka penampilannya dengan menyentil masalah BLT.
"Sekarang rezeki masih banyak. Besok saya mendapat BLT," kata Kartolo dalam bahasa Jawa.
Ia juga menyampaikan cerita bahwa dirinya bukan hanya seniman. Ia harus kreatif menghadapi kenyataan hidup saat ini dengan berdagang kapuk yang dikulak dari Malang.
"Tapi malang, kapuk yang diangkut satu truk di tengah jalan kehujanan sehingga kempes," kata Kartolo.
Sampai di Surabaya, kapuk itu dijemur, tapi malang lagi karena kemudian berhamburan disapu angin. Ia berusaha menyelamatkan dagangannya, namun malang lagi karena ia berselimut kapuk sehingga seperti Hanoman (tokoh kera dalam pewayangan).
"Anak-anak kecil lari semua. Ketika masuk kamar, istri saya juga ketakutan kemudian lari. Ia menabrak pintu, 'pentil'-nya (puting susunya) copot," katanya dalam bahasa Jawa yang tentunya disambut tawa penonton.
Sementara Gong Dolly Gong yang dibidani Jabo dengan mengusung kekayaan alat musik Indonesia itu tampil dengan dukungan dua vokalisnya, Alfred dan Sari Kriwil yang antara lain membawakan lagu, "Tetek Bengek".
Kelompok yang lagu-lagunya banyak berbicara realitas sosial yang hitam, seperti pelacuran itu mengawali pentasnya secara instrumentalia.
Musik modern itu didukung sejumlah alat akustik tradisi yang ditingkahi suara terompet sronen dari Madura yang tampak mendominasi.
Jabo yang memainkan gitar unik membawakan lagu-lagu lamanya yang pernah dibawakan saat bergabung dengan Kantata Takwa, yakni "Badut", "Hio" dan lainnya.
Sambutan meriah penonton menunjukkan bahwa pemilik nama asli Djohansyah itu masih memiliki magnet kuat di kampung halamannya.
Kolaborasi itu sempat terganggu oleh matinya lampu sekitar dua menit. Saat itu Kartolo sedang seru-serunya menampilkan permainan kocak. Di kegelapan itu, Safari sempat nyeletuk agar semua penonton menyalakan telepon selulernya untuk menerangi ruangan.
Insiden mati lampu itu disaksikan Menkominfo Mohammad Nuh dan sejumlah pejabat serta perwakilan negara asing.
"Peristiwa ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. FSS mati lampu," kata Sawong Jabo yang kini banyak bermukim di Australia.
(T.M026/B/s018/s018) 02-06-2008 09:53:35

Menkominfo: Seni Budaya adalah Wilayah "Nyaman"

Surabaya, 1/6 (ANTARA) - Menkominfo, Mohammad Nuh mengemukakan bahwa dunia seni budaya adalah wilayah yang "nyaman" dibandingkan dengan wilayah kehidupan yang lainnya.
"Sementara dunia politik meskipun ada AD/ART-nya yang gegeran bisa lebih banyak daripada yang akur," katanya saat membuka Festival Seni Surabaya (FSS) 2008 di Balai Pemuda Surabaya, Minggu malam.
Ia melanjutkan bahwa dalam dunia seni budaya sebaliknya. Karena meskipun ada yang seharusnya digegeri, namun tidak bisa digegeri karena "maqom" (kedudukan berfikir) seniman sudah melampaui pola pemikiran kelompok lainnya.
"Maqom berfikir seniman itu ada di posisi keempat. Pertama, orang yang hanya berfikir sesuai disiplinnya, kedua adalah kombinasi dari berbagai disiplin ilmu, ketiga berfikir kreatif atau melintasi disiplin tertentu dan kombinasi tadi," katanya.
Untuk "maqom" keempat adalah, berfikir yang selalu menghormati perbedaan sebagai konsekuensi dari kreatitivitas. Karena itu, maka posisi seniman setidaknya berada di "maqom" ketiga.
"Level paling tinggi adalah berfikir yang berasis etika. Sekreativitas apapun cara berfikirnya harus memperhatikan etika ini," kata mantan Rektor ITS Surabaya yang pidatonya banyak diselingi bahasa Jawa gaya Surabaya itu.
Pada kesempatan itu ia mengemukakan bahwa bertemunya dua hal, yakni kebenaran dengan keindahan akan memunculkan kesempuranaan atau setidaknya mendekati kesempurnaan.
"Kebenaran susah ditangkap gara-gara nilai keindahan tidak melekat di dalamnya. Ketidakbenaran dengan kuasa estetika tinggi mudah diterima. Saya kira FSS mengambil sisi keduanya," ujarnya.
Pembukaan festival tahunan untuk memeriahkan HUT Kota Surabaya itu sendiri dihadiri Walikota Surabaya Bambang DH, Kapolwiltabes Kombes Pol Anang Iskandar, sejumlah perwakilan negara sahabat dan tokoh kesenian.
(T.M026/B/C004/C004) 01-06-2008 21:58:41

Botol, Senjata dan Vibartor dipameran Ojite

Oleh: Uki M Astro

Botol minuman keras, senjata, vibrator dan perempuan mendominasi pameran seni rupa bertema, "Blink" karya Ojite Budi Sutarno.
Pameran yang digelar di Puri Art Galeri, Surabaya, 28 Mei - 7 Juni 2008 dan dibuka budayawan Malang, Dr Djoko Saryono, MPd itu menampilkan seni lukis dan instalasi yang sebetulnya merupakan karya lama Ojite.
Pada karya lukis, tampak sekali Ojite sangat mengakrabi botol minuman keras. Botol-botol itu berkelindan di tubuh-tubuh dalam berbagai ekspresi.
Karya berjudul, "Terserang Halusinasi" yang dibuat tahun 2007 dengan cat akrilik pada kanvas, menggabarkan sesosok tubuh besar berwarna hijau memenuhi kanvas berukuran 150 x 140 sentimeter.
Di tengah tubuh besar itu ada rongga hitam yang di dalamnya terdapat botol terbalik dengan senjata laras panjang melintang, sementara wajah si tubuh besar itu mengkepresikan kegeraman.
Pada karya "Overload" yang dibuat tahun 2008, sosok wajah dalam goresan hitam putih dengan menatap botol minuman merk terkenal dan di sampingnya tergeletak daun ganja.
Di "Smile in The Wet Season" yang juga dibuat tahun 2008, ia melukis wajah topeng berwarna coklat dengan gigi besar bagian atas.
Si pemilik gigi yang salah satunya dipasangi asesoris itu sedang melirik botol minuman "Jack Daniels" yang di atasnya berhiaskan payung.
Lukisan "Traffic Light Devil", merupakan ekspresi dan kesan Ojite tentang polisi. Pada lukisan itu tampak wajah polisi yang di tangannya terdapat lambang bergaris hitam putih, sementara di sampingnya terdapat botol merk "Le Grand".
Di karya, "Vodka Lovers", Ojite nyata-nyata menampilkan kecintaannya pada minuman itu. Lagi-lagi tampil sesosok tubuh besar sedang duduk berjongkok sedang memegang sebotol Vodka dalam posisi terbalik.
Berbeda dengan karya lainnya, pada "Traffic Light Bandit", ia menampilkan botol minuman air mineral yang di bagian bawah tersisa air berwarna kuning. Botol itu dibingkai dalam tubuh berotot besar dan satu kapak.
"Kebetulan saja saya ini memiliki masa lalu yang bersentuhan dengan botol-botol itu. Tapi botol itu tidak selalu identik dengan minuman keras, bisa juga di dalamnya mengandung makna cinta," kata Ojite mengomentari dominasi botol itu.
Sementara di karya seni instalasinya, perupa asal Malang itu menampilkan sesosok perempuan berkulit kuning cerah sedang memeluk sesuatu yang disebutnya sebagai vibrator. Karya ini menggambarkan realitas perempuan modern yang tidak butuh laki-laki.
Karya berjudul, "Revolusi Seksual" yang sudah diikutkan dalam Biennale di Bali tahun 2006 itu dilengkapi dengan ranjang tanpa kasur dan lampu romantis warna biru. Karya itu dilengkapi dengan suara seperti getaran yang barangkali menggambarkan kerja vibrator.
Untuk instalasi yang lain, ia menampilkan perjalanan hidup manusia dengan judul, "Perjalanan Mengenali Diri". Karya dengan bingkai perahu yang bisa didorong itu menampilkan kaki-kaki yang menunjukkan perjalanan hidup manusia.
Di ujung bagian depan terdapat kepala anjing yang melambangkan kesetian hidup atau konsistensi terhadap pilihan-pilihan.
Pada karya "The Supporter" yang dibuat tahun 2006, ia menampilkan tubuh singa yang di kaki-kakinya melambangkan persebaran status sosial suporter sepak bola di Malang yang dikenal dengan sebutan "Sing Edan".

Wayang
Ojite mengemukakan, dalam berkarya, ia juga banyak mengadopsi kekayaan seni budaya Timur, seperti yang ditemukan pada karya wayang.
"Lewat karya ini saya bisa meninggalkan pakem seni rupa barat yang biasanya hanya fokus pada satu aspek, sementara kesenian Timur bisa banyak aspek. Memang berat karena melawan arus. Namun demikian saya tetap memasukkan pakem-pakem barat itu," katanya.
Pria yang lulus dari jurusan Seni Rupa IKIP Negeri Malang itu mengemukakan bahwa dirinya banyak menghasilkan karya dari hasil interaksi sesaat dengan beberapa kalangan maupun obyek, seperti benda dan termasuk para kolektor.
"Jadi sangat mungkin karya saya ini bisa berubah setelah berinteraksi dengan banyak aspek dan banyak kalangan," kata lelaki yang selalu berkepala gundul itu.
Agus Koecink yang menjadi kurator pada pameran Ojite kali ini mengemukakan bahwa filosofi "sesaat" dari pelukis kelahiran Malang, 23 Agustus 1960 itu telah memberikan ruang untuk melatih intuisi dan mempertajam kreativitas menangkap dengan sesaat apa-apa yang ada di sekitarnya.
"Ketika kita tidak meyakini bahwa setiap benda bergerak dan tidak bergerak hanya sebatas obyek, maka kita tidak akan mendapatkan sesuatu yang berarti, tapi bila kita meyakini bahwa di dalam setiap benda ada jiwanya, maka yang terjadi adalah berbeda," ujarnya.
Menurut dia, dalam kesadaran sesaat, benda-benda di sekitar kita akan memikat kalau tidak diabaikan, dan Ojite mampu melakukan hal itu. hal itu menunjukkan sebuah ritual yang sama pentingnya dengan ritual doa sehingga melatih Ojite menangkap rasa indah di dalam semua benda.
"Ojite dalam karya-karyanya menunjukkan rasa manunggaling dengan alam semesta, di mana darah, jiwa, pikiran dan nafasnya mengalir menjadi sebuah karya yang mempunyai rasa," ujarnya.
Sementara kurator senirupa dari Yogyakarta, Wahyudin lebih melihat pilihan karya yang digarap Ojite. Ia menilai bahwa sebenarnya bentuk lukisan Ojite adalah realistik, namun ia memenuhi karya-karyanya itu dengan isi yang surealistik.
Ia juga melihat baahwa dalam karya-karyanya kali ini, Ojite lebih banyak memperlihatkan sebuah dunia rekaan perihal kaum patriarkis yang penuh dengan kekerasan dan hal itu didominasi oleh laki-laki.
"Bentuk karya realistik yang dipadati dengan isi surealistik oleh sang pelukis menjadi suatu dunia imajiner dimana laki-laki adalah kaum penguasa," katanya.
Dengan demikian, boleh dibilang bahwa kaum perempuan adalah person yang tidak hadir dalam karya-karya Ojite. Katanya, hal itu bukan karena tak penting, tapi lebih karena kaum perempuan tak ubahnya bayang-bayang dari suatu kekuasaan besar kaum patriarkis. (T.M026/B/T010/T010) 30-05-2008 10:22:06

Ratna Riantiarno Baca Cerpen di FSS

Surabaya, 31/5 (ANTARA) - Tokoh teater, Ratna Riantiarno mengawali penyelenggaraan Festival Seni Surabaya (FSS) 2008 dengan membacakan cerpen berjudul, "Pledoi" karya Azizah Hefni di Gedung Utama Balai Pemuda Surabaya, Minggu (1/6) malam.
"Awalnya Ratna kami minta untuk membawakan monolog tapi karena naskahnya terlalu panjang, ia minta untuk membaca cerpen saja. Kebetulan seting cerpen yang diadaptasi dari Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer itu di Surabaya dan Sidoarjo," kata Koordinator Program FSS 2008, R Giryadi di Surabaya, Sabtu.
Ia berharap, meskipun Ratna tidak membawakan monolog tetap bisa menampilkan perfoma yang prima dan terbaik untuk warga Surabaya yang pada 31 Mei merayakan ulang tahun kota yang ke-715. FSS itu sendiri akan dibuka oleh Menkominfo, Mohammad Nuh di Surabaya, Minggu (1/6) malam.
Menurut dia, naskah Pledoi adalah karya anak muda, Azizah Hefni yang kini masih menuntut ilmu di UIN Malang. Karya itu dipilih sebagai bentuk penghargaan karena Azizah yang beberapa kali memenangkan lomba tingkat nasional menunjukkan potensinya dalam karya sastra.
"Kebetulan FSS kali ini memang bertujuan untuk mengangkat potensi seniman muda agar terus bangkit untuk menampilkan karya-karyanya yang lebih baik lagi," kata Giryadi yang juga pemain teater itu.
Selain penampilan Ratna, even tahunan yang kali ini bertema "100 Tahun Kebangkitan Nasional; Tribute to Surabaya" itu pada malam pertama menampilkan kolaborasi pemusik Sawong Jabo dengan kelompok musiknya Gong Dolly Gong dan seniman tradisi Kartolo dan kawan-kawan.
"Kami berharap ini betul-betul merupakan kolaborasi yang saling mengisi antara seniman tradisi dengan modern. Jadi Jabo dengan Gong Dolly Gong bukan sekedar mengiringi Kartolo," katanya.
Ia berharap, dalam pementasan itu akan muncul interaksi yang spontan antara Gong Dolly Gong dengan Kartolo Cs. Keduanya sebetulnya memiliki konsep yang sama dalam bermusik, yakni selalu merespon situasi sosial.
"Kalau konsep kesenian Jabo sangat egaliter dan terlihat sangat kasar, maka Kartolo juga sama, cuma dengan penampilan yang lucu. Itulah kesamaan visi mereka," katanya. ***1*** (T.M026/B/F002/F002) 31-05-2008 14:48:28

Ahli Sastra Jawa Australia Kunjungi Jatim

Surabaya, 30/5 (ANTARA) - Ahli bahasa dan sastra Jawa asal Australia, Prof George Quinn, PhD berkunjung ke Jawa Timur untuk berdiskusi dengan sastrawan mengenai perkembangan sastra Jawa.
"Profesor Quinn akan datang ke rumah saya Minggu, 1 Juni dan setelah itu beliau kabarnya akan ke Kediri. Beliau ingin melihat karya-karya terbaru saya," kata penulis sastra Jawa, Suparto Brata kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.
Sementara Ketua Peguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS), Bonari Nabonenar mengemukakan, dalam kunjungannya ke Jawa Timur, Quinn juga akan bertemu dengan para pegiat sastra Jawa di Balai Bahasa Surabaya, Senin (2/6) malam.
"Beliau akan banyak menggali perkembangan sastra Jawa dari teman-teman. Teman-teman dari luar Surabaya, seperti Bojonegoro banyak yang berminat untuk hadir dalam kegiatan urun rembuk ini," katanya.
Selain menggali perkembangan sastra Jawa, dosen "Australian National University" (ANU) yang lahir tahun 1943 di Selandia Baru itu juga akan berbagi ilmu dengan para sastrawan Jawa di Jatim.
"Intinya kami akan sharing atau saling berbagi. Beliau itu awalnya mengirim surat secara pribadi-pribadi untuk bertemu. Agar lebih efektif, maka saya carikan lokasi untuk bertemu bersama," katanya.
George Quinn merupakan dosen senior di Australian National University di Canberra. Selain menggeluti sastra dan budaya Jawa, ia juga meneliti tentang perkembangan agama Katolik Roma di Timor Timur.
George Quinn terkenal dengan penelitiannya mengenai novel dalam bahasa Jawa dan diterbitkan dengan judul "The Novel in Javanese" tahun 1992 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Novel Berbahasa Jawa" tahun 1995. (T.M026/B/B007/B007) 30-05-2008 08:59:51

Puluhan Karya Seni Rupa Mahasiswa Jatim dipamerkan

Surabaya, 30/5 (ANTARA) - Puluhan karya mahasiswa se Jawa Timur yang terdiri atas lukisan, fotografi dan komik dipamerkan dalam rangkaian Festival Seni Mahasiswa Jatim di Mustafa Center, Royal Plasa, Surabaya mulai 30 Mei hingga 1 Juni 2008.
Ketua Badan Pembina Seni Mahasiswa Indonesia (BPSMI) Jawa Timur, Drs Heri Saptono, MSi kepada ANTARA di Surabaya, Jumat mengemukakan, karya-karya itu telah diseleksi yang terbaik untuk masing-masing bidang seni.
"Lukisan itu sebetulnya ada 27 karya, namun yang dipamerkan 10 karya, fotografi ada 77 karya yang dimaperkan 15 terbaik untuk warna dan tujuh untuk hitam putih dan komik ada 28 karya yang ditampilkan hanya 10 terbaik," ujarnya.
Selain itu pameran tersebut juga akan dimeriahkan dengan penampilan 10 karya film pendek terbaik karya mahasiswa. Ada 17 judul film yang masuk dalam festival itu dengan tema menampilkan kondisi masyarakat yang terpinggirkan.
"Secara umum, dari sisi kuantitas jumlah karya yang masuk tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sehingga memberikan peluang kepada panitia untuk memilih karya terbaik untuk dikirimkan ke Pekan Seni Mahasiswa Nasional di Jambi," ujarnya.
Ia mengemukakan bahwa untuk film pendek ini sebetulnya panitia bisa memilih 10 karya terbaik, namun kuota untuk Pekan Seni Mahasiswa Nasional hanya satu judul, demikian juga untuk karya komik dan seni rupa lainnya.
Ia mengemukakan bahwa BPSMI menggelar festival itu untuk mengembangkan bakat dan minat seni budaya mahasiswa Jatim. Festival itu telah digelar di Universitas Negeri Malang (UM) sejak 26 Mei lalu, sementara untuk bidang seni tertentu digelar di Surabaya.
Selain seni rupa, sejumlah bidang seni dipertandingkan dalam festival itu, seperti, tarik suara, seni desain, membaca puisi, monolog dan tari. (T.M026/B/B007/B007) 30-05-2008 08:39:02

Anang Hanani Baca Puisi Lintas Dekade

Surabaya, 29/5 (ANTARA) - Dramawan senior asal Surabaya, Anang Hanani membacakan puisi-puisi Chairil Anwar dengan ekapresi dan gaya lintas dekade mulai tahun 1950-an hingga masa kini di Galeri Surabaya, Jumat (30/5) malam.
"Ini merupakan obsesi saya setelah lama tidak membaca puisi. Saya akan tampil dengan ekspresi dan gaya yang berbeda mulai tahun 1958 hingga gaya mutakhir saat ini," kata Anang Hanani di Surabaya, Kamis.
Deklamator berusia 60 tahun yang pertama kali membaca puisi di depan umum tahun 1958 itu menceritakan, tahun 1950-an ia membaca puisi dengan kecenderungan suara mendayu-dayu dan gerakannya mirip dengan operet.
"Tahun 1960-an gaya seperti itu sudah mulai berkurang dan dekade-dekade berikutnya mulai berubah karena lebih ekspresif akibat dari perkembangan kreativitas yang semakin tinggi. Itu yang saya jalani dan menjadi kecenderungan umum dalam membaca puisi," katanya.
Hal itu tentunya berbeda dengan gaya penyair-penyair besar seperti Suratdji Calzoum Bachri yang memiliki kekhasan tersendiri, baik dalam hal isi puisi maupun dalam kreativitas geraknya.
"Sementara WS Rendra dan Taufik Ismail relatif sama, yakni mengedepankan isi puisi dengan ekspresi yang datar. Dalam teknik pembacaan puisi keduanya tidak terlalu istimewa," ujarnya.
Pada pembacaan puisi itu, Anang akan membawakan sekitar 15 puisi yang umumnya merupakan karya Chairil Anwar. Hal ini dilatarbelakangi bahwa saat awal-awal membaca puisi, ia lebih banyak memilih karya-karya si "Binatang Jalang" tersebut.
Selain membaca puisi, pada kesempatan itu, ia juga akan mengajak pemirsanya untuk berdiskusi mengenai teknik pembacaan maupun puisi-puisi yang dibawakan. Pada kesempatan itu ia akan berbagi pengalaman dengan seniman-seniman muda.
"Nantinya saya akan mengundang teman-teman lama yang membaca puisi dan seangkatan dengan saya. Saya akan ajak mereka untuk membuat rekaman video teknik pembacaan puisi dari masa ke masa," katanya. (T.M026/B/I007/I007) 29-05-2008 19:24:46